Menikmati Suasana 5 Hari Kerja
Terlepas dari masalah kontrofersi dalam menanggapi serta menjalankan lima hari kerja sekolah, secara pribadi saya menikmati keputusan sekolah untuk menjalankan pembelajaran lima hari sekolah. Mayoritas kalangan guru di sekolah menyetujuinya walau pun ada beberapa guru yang tidak setuju dengan alasan tertentu seperti adanya beberapa sekolah yang memilih pembelajaran enam hari dari pada lima hari karena guru merasa tidak sanggup untuk menjalaninya sehingga sekolah tersebut mengambil langkah untuk kembali enam hari sekolah.
Sebelum di gulirkan pun sekolah lima hari menuai pro dan kontra, namun bagi saya sekolah lima hari kerja perlu dinikmati. Secara pribadi dan khusus buat diri pribadi sangat tidak terpengaruh dengan gaya pola di sekolah seharian karena meski pun enam hari sekolah saya selalu pulang terakhir dan hampir tiap hari pulang sore. Mengapa demikian? Karena beban tugas yang menuntut untuk selal pulang terakhir seperti memantau kegiatan ekskul sekolah, memperbaiki komputer sekolah serta menyiapkan perangkat keras dan lunak untuk kebutuhan kegiatan CBT (Computer Base Learning).
Selama ini saya lihat bapak/ibu guru serasa mulai dapat melakukan penyesuaian terhadap lingkungan yang pulang lebih lambat dua jam. Jika melihat sekolah lain yang merasa "tidak mampu" melanjutkan sekolah lima hari sepertinya ada beberapa masalah yang perlu dicermati. Saat bertemu dengan teman satu sekolah yang kini menjadi kepala sekolah menyatakan sekolah terlalu berani untuk melakukan kegiatan lima hari kerja seharusnya perlu dipikirkan program sekolah dengan jelas jangan sampai sekolah lma hari kerja banyak waktu yang hilang dan akhirnya menjadi boomerang bagi sekolah.
Sepintas memang ungkapan seperti itu masuk akal, namun bagi sekolah yang tidak mau mencoba dulu serta merasakan sensasi lima hari sekolah juga dapat saya katakan tidak berani mencoba. Menindaklanjuti apa yang di ungkapkan oleh salah satu teman tersebut, memang benar adanya paling tidak banya hal yang perlu diperhatikan mulai dari pola makan, ekskul, jam istirahat, beribadah, sarana prasarana.
Pola makan, berubahnya kebiasaan pulang memungkinkan siswa yang terbiasa makan siang di rumah akan merubah pola makannya sekaligus perlu kesigapan orangtua untuk memperhatikan asupan gizi bagi sang anak. Sebatas diketahui jika pola makan siswa sangatlah buruk, banyak didapati kasus siswa berangkat dalam keadaan perut kosong atau orang tua mempercayakan pada diri anak untuk membeli segala keperluan isi perut di sekolah. Tentu hal ini tidaklah mendidik meski pun kantin sekolah menyiapkan sajian makanan bergizi belum tentu siswa membeli, biasanya jajanan yang dibeli adalah jajanan beraroma dan berasa pedas, guri dengan kandungan MSG (Monosodhium glutamat). Untuk itu kesigapan orang tua untuk menghadirkan makanan sehat dari rumah sangat diperlukan sebagai menu untuk makan siang.
Ekskul, keberadaan kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu bentuk layanan bagi siswa dengan tujuan lebih "kerasan" belajar di sekolah. Keberadaan pembina dan pelatih dalam kegiatan ekskul sangatlah perlu sebagai bagaian dari layanan sekolah utnuk meningkatkan kemampuan berorganisasi serta mengasah kemampuan berkompetisi. Harapannya dengan hadirnya ekskul siswa langsung bisa menjalankan program latihan dengan maksimal dan tidak perlu bolak balik datang ke sekolah.
Jam istirahat, waktu melepas kepenatan yang khusus adalah saat jam istirahat. Untuk kegiatan istirahat di sekolah memerlukan waktu 20 menit untuk istirahat pertama dan 50 menit istirahat kedua. Durasi waktu yang panjang diharapkan dapat memulihkan semua kepenatan dalam belajar.
Beribadah, ibadah merupakan hak semua orang sehingga dalam beribadah perlu diutamakan layanannya ketersediaan tempat ibadah di sekolah perlu di tingkatkan jika tempat wudhu hanya lima kran, perlu di tambah lagi sepuluh kran untuk melayani siswa yang beribdaha di musholla sekolah. Durasi kesempatan waktu panjang memungkinkan di bagi menjadi tiga tahap kegiaan beribadahnya.
Sarana prasarana, ketersediaan sarana prasarana sangatlah penting. Sederhana saja saat hari siswa harus melakukan kegiatan Sholat Jumaat paling tidak sekolah harus menyediakan masjid. Salah satu keunggulan sekolah tempat saya mengajar adalah ada tiga masjid yang masing masing memiliki karakteristik berbeda.
Namun semuanya, sukses dan tidaknya sekolah menjalankan pembelajaran lima hari kerja adalah tergantung pada guru sebagai ujung tombak sekolah, orangtua serta sekolah sebagai tempat untuk belajar. Kesuksesannya didapat karena dari ketiganya mampu mewujudkan nikmatnya lima hari kerja.